Menu Tutup

Sejarah Pemikiran Teori Hukum Responsif

Sejarah Pemikiran Teori Hukum Responsif

Sejarah Pemikiran Teori Hukum Responsif – Adanya teori hukum responsif dilatararbelakangi oleh munculnya masalah-masalah sosial seperti, kemiskinan, kejahatan, pencemaran lingkungan, kerusuhan kaum urban, protes massal, dan penyalahgunaan kekuasaan yang melanda Amerika Serikat pada tahun 1950-an.

Hukum yang ada pada waktu itu tidak cukup untuk mengatasi keadaan tersebut. Dalam situasi munculnya rangkaian kritik atas realitas krisis otoritas hukum itulah, Nonet-Zelnick mengajukan model hukum responsif.

Nonet dan Selznick kemudian memberikan perhatian khusus pada variabel-variabel yang berkaitan dengan hukum, yaitu:

Peranan paksaan dalam hukum, hubungan antara hukum dengan politik, hubungan antara hukum dengan negara, hubungan antara hukum dengan tatanan moral, tempat aturan-aturan diskresi dan tujuan dalam keputusan-keputusan hukum, partisipasi warga negara, legitimasi serta kondisi-kondisi kepatuhan terhadap hukum.

Setiap variabel ini dapat berbeda jika konteksnya berubah.

Nonet dan Zelnick membedakan tiga klasifikasi dasar dari hukum dalam masyarakat, masing-masing:

  1. Hukum sebagai pelayan kekuasaan represif (hukum represif);
  2. Hukum sebagai institusi tersendiri yang mampu menjinakan represif dan melindungi integritas dirinya (hukum otonom);
  3. Hukum sebagai fasilitator dari berbagai respon terhadap kebutuhan dan aspirasi sosial (hukum responsif).

Hukum Represif

Hukum represif ini secara khusus bertujuan untuk mempertahankan status-quo penguasa yang acap kali dikemukakan dengan dalih untuk menjamin ketertiban.

Aturan-aturan hukum represif bersifat keras dan terperinci, namun lunak dalam mengikat para pembuatnya sendiri.

Hukum tunduk pada politik kekuasaan. Tuntutan untuk mematuhi hukum bersifat mutlak sedangkan ketidakpatuhan dianggap sebagai suatu penyimpangan. Adapun kritik terhadap penguasa dianggap sebagai suatu ketidaksetiaan.

Hukum Otonom

Sebagai reaksi dari hukum represif dan untuk membatasi kesewenang-wenangan penguasa, kemudian timbullah hukum otonom. Hukum otonom ini tidak mempermasalahkan dominasi kekuasaan dalam orde yang ada maupun orde yang hendak dicapai.

Hukum otonom merupakan model hukum “the rule of law”. Legitimasi hukum otonom terletak pada kebenaran prosedural hukum, bebas dari pengaruh politik sehingga terdapat pemisahan kekuasaan. Kemudian kesempatan untuk berpartisipasi dibatasi oleh tata cara yang sudah mapan.

Pada saat ini terlihat dalam berbagai lapangan hidup, munculnya reaksi-reaksi terhadap hukum yang otonom ini, yaitu dalam bentuk kritik terhadap rasa puas yang bersifat dogmatis terhadap kekakuan legislatif dan terhadap kecenderungan-kecenderungan yuridis yang asing terhadap dunia kehidupan umum yang nyata.

Hukum Responsif

Dalam berbagai lapangan hidup timbul keinginan untuk mencapai hukum responsif yang bersifat terbuka terhadap perubahan-perubahan di masyarakat dengan maksud untuk mengabdi pada usaha meringankan beban kehidupan sosial serta mencapai sasaran-sasaran kebijakan sosial seperti keadilan sosial, emansipasi kelompok-kelompok sosial yang dikesampingkan dan ditelantarkan serta perlindungan terhadap lingkungan hidup.

Dengan ketiga tipe tersebut, Nonet dan Zelnick berargumen bahwa:

  • Hanya hukum responsif yang menjanjikan tertib kelembagaan yang langgeng dan stabil.
  • Menempatkan hukum sebagai sarana respons terhadap ketentuan-ketentuan sosial dan aspirasi publik. Sesuai dengan sifatnya yang terbuka, maka tipe hukum ini mengedepankan akomodasi untuk menerima perubahan-perubahan sosial demi mencapai keadilan dan emansipasi publik.

Hukum responsif merupakan teori tentang profil hukum yang dibutuhkan dalam masa transisi.

Karena harus peka terhadap situasi transisi di sekitarnya, maka hukum responsif tidak hanya dituntut untuk menjadi sistem yang terbuka, tetapi juga harus mengandalkan keutamaan tujuan (the souvereignity of purpose), yakni tujuan sosial yang ingin dicapainya serta akibat-akibat yang timbul dari bekerjanya hukum itu.

Teori hukum responsif adalah teori hukum yang memuat pandangan kritis. Teori ini berpandangan bahwa hukum merupakan cara mencapai tujuan. Hukum tidak hanya rules (logic&rules) tetapi juga ada logika-logika lainnya.

Bahwa memberlakukan yurisprudence saja tidak cukup, namun penegakan hukum harus diperkaya dengan ilmu-ilmu sosial.

Dan ini merupakan tantangan bagi seluruh pihak yang terlibat langsung dalam proses penegakan hukum, mulai dari Polisi, Jaksa, Hakim, dan Advokat untuk bisa membebaskan diri dari belenggu hukum murni yang kakuh dan analistis.

Proses pembuatan produk hukum yang berkarakter responsif ini bersifat partisipasif, yaitu menyerap sebanyak-banyaknya partisipasi semua elemen masyarakat, baik ari segi individu, ataupun kelompok masyarakat dan juga harus bersifat aspiratif yang bersumber dari keinginan atau kehendak dari masyarakat.

Demikian Sejarah Pemikiran Teori Hukum Responsif. Semoga bermanfaat.

Baca juga:

Bagikan yuk!
Posted in Course