Menu Tutup

Perkembangan Pemikiran Hukum Tata Negara

Perkembangan Pemikiran Hukum Tata Negara

Perkembangan Pemikiran Hukum Tata Negara – Pembahasan Hukum Tata Negara (HTN)/Hukum Administrasi Negara (HAN) tidak bisa dipisahkan dari sejarah pemikiran negara dan hukum yang benih-benih pemikirannya telah dimulai sejak Yunani Kuno.

Menurut Aris Toteles, yang memerintah dalam suatu negara bukanlah manusia melainkan adalah pikiran yang adil.

Bahwa manusia perlu dididik menjadi warga negara yang baik, bersusila, yang akhirnya akan menjelmakan manusia yang bersikap adil, yang kemudian terciptalah negara hukum.

Negara Hukum Klasik atau Liberal

Negara hukum klasik/liberal atau yang sering disebut negara hukum dalam arti sempit adalah konsepsi yang diberikan oleh Imanuel kant (1724-1804). Kemunculannya bersamaan dengan lahirnya faham liberalisme yang menentang kekuasaan yang absolut dari para raja pada saat itu, menurut kepentingan rakyatnya, yang berarti sikap negara harus pasif.

Pada awal abad ke dua puluh gagasan mengenai pembatasan kekuasaan ini mendapatkan rumusan yuridis, ahli-ahli hukum Eropa Barat menggunakan istilah negara hukum dengan memakai istilah rechsstaat yang bertumpu pada tradisi hukum civil law, dengan karakteristik administrative.

Sedangkan para ahli di Anglo Saxon menggunakan istilah rule of law yang bertumpu pada tradisi hukum common law dengan karakteristik yudicial. Konsepsi negara hukum yang demikian sering disebut dengan negara hukum formil atau negara hukum klasik.

Ciri-ciri Negara Hukum Klasik

Rechtstaat menurut F J.Stahl mempunyai empat unsur yakni:

  • Perlindungan terhadap hak-hak asasi manusia,
  • Pemisahan atau pembatasan kekuasaan,
  • Pemerintah berdasarkan peraturan perundang-undangan,
  • Peradilan administrasi negara.

Rule of law dalam arti klasik dikemukakan oleh AV Dicey, mencakup:

  • Supremasi aturan-aturan hukum (supremacy of the law) tidak adanya kekuasaan yang sewenang-wenang , dalam arti bahwa seseorang hanya boleh dihukum kalau melanggar hukum,
  • Kedudukan yang sama di depan hukum (equality before the law),
  • Terjaminnya hak-hak manusia oleh undang-undang (due process of law).

Konferensi Ahli Hukum Internasional di Bangkok tahun 1965 merumuskan negara hukum sebagai berikut:

  • Perlindungan konstitusional, dalam arti bahwa selain menjamin hak-hak individu harus menentukan pula cara prosedural untuk memperoleh atas hak-hak yang dijamin,
  • Badan kehakiman yang bebas,dan tidak memihak,
  • Pemilihan umum yang bebas,
  • Kebebasan untuk menyatakan pendapat,
  • Kebebasan untuk berserikat, berorganisasi dan beroposisi
  • Pendidikan kewarganegaraan.

Negara Hukum Kesejahteraan

Pemikiran-pemikiran baru tentang sistem yang baru, yaitu aliran-aliran yang tidak hanya memandang negara sebagai instrument of power saja, tetapi negara justru dipandang sebagai agency of service , maka timbulah konsep welfare state (negara kesejahteraan/ kemakmuran)

Lawrence M. Friedman mengatakan pada abad ke-20 negara pada umumnya disebut “Negara Kesejahteraan”, karena begitu besar negara mengatur kesejahteraan, intervensi suatu pemerintahan dalam welfare state meliputi berbagai aspek ekonomi, keuangan, keamanan, bahkan sampai telekomunikasi dan transportasi maupun perbankan. Situasi ini merupakan bentuk khas Negara pada abad ke-20 yang dinamakan “Negara kesejahteraan”, atau lebih luas negara pengatur kesejahteraan.

Frankin Delano Roosevelt Presiden Amerika Serikat ke 32, dalam pesan-pesannya kepada Kongres Amerika Serikat pada 6 Januari 1941, meringkaskan pesannya dalam empat kebebasan (the Four Freedoms) yakni: 1) freedom of speech, 2) freedom of religion, 3) freedom from wan, 4) freedom from fear.

Deklarasi HAM PBB Pasal 40 disebutkan bahwa setiap orang berhak atas standar kecukupan hidup untuk kesehatan dan kesejahteraan diri sendiri dan keluarganya, termasuk makanan, pakaian, perumahan dan perawatan kesehatan serta kebutuhan layanan sosial, hak untuk mendapatkan jaminan apabila terjadi pengangguran, penyakit lumpuh, janda, usia lanjut atau juga kehilangan mata pencaharian yang termasuk di sekitar pengawasannya.

Negara Hukum dan Demokrasi

Menurut Jimly Ashiddiqie, keterkaitan antara negara hukum dan demokrasi menimbulkan negara hukum yang berlaku sekarang paling tidak ada dua belas prisip yakni:

  1. Supremasi hukum (supremacy of law). Adanya pengakuan normatif dan empirik akan prinsip supremasi hukum, yaitu bahwa semua masalah diselesaikan dengan hukum sebagai pedoman yang tertinggi. Dalam perspektif supremasi hukum pada hakikatnya pemimpin tertinggi adalah bukan manusia, tetapi konstitusi yang mencerminkan hukum yang tertinggi;
  2. Persamaan dalam hukum (equality before the law). Dalam rangka prinsip persamaan segala sikap dan tindakan yang diskriminatif dalam segala bentuk dan manifestasinya dianggap sebagai tindakan yang terlarang, kecuali tindakan-tindakan yang bersifat khusus dan sementara yang dinamakan affirmative, untuk mendorong dan mempercepat kelompok masyarakat tertentu atau warga terentu untuk mengejar kemajuan sehingga setara dengan masyarakat yang sudah maju;
  3. Asas legalitas (due process of law), yaitu bahwa segala tindakan pemerintahan harus didasarkan pada peraturan perundangan yang sah dan tertulis.
  4. Pembatasan kekuasaan, dengan cara menerapkan pembagian kekuasaan baik secara vertikal maupun horizontal.
  5. Organ-organ eksekutif independen. Dalam rangka membatasi kekuasaan itu di zaman sekarang ini berkembang pula pengaturan lembaga pemerintahan yang bersifat independen, seperti bank sentral, organisasi kepolisian dan Kejaksaan dan lain-lain;
  6. Peradilan yang bebas dan tidak memihak. Peradilan yang bebas dan tidak memihak ini mutlak harus ada dalam setiap negara hukum, dalam menjalankan tugas judisialnya. Hakim tidak boleh dipengaruhi oleh siapapun juga, baik karena kepentingan jabatan politik maupun kepentingan ekonomi. Untuk menjamin keadilan dan kebenaran tidak diperkenankan adanya intervensi ke dalam proses pengambilan keputusan;
  7. keadilan yang hidup di tengah masyarakat. Peradilan Tata Usaha Negara, dalam setiap negara hukum terbuka kesempatan bagi tiap-tipa warga negara untuk menggugat keputusan pejabat administrasi negara, dan dijalankannya keputusan hakim tata usaha negara oleh pejabat administrasi negara;
  8. Peradilan Tata Negara. Negara hukum modern lazim mengadopsi gagasan pembentukan Mahkamah Konstitusi dalam sistem Ketatanegaraan, dalam upaya memperkuat sistem checks and balances antara cabang-cabang kekuasaan.
  9. Perlindungan hak asasi manusia, perlindungan konstitusional terhadap hak asasi manusia dengan jaminan hukum bagi tuntutan penegakannya yang adil. Perlindungan hak asasi manusia perlu dimasyarakatkan secara luas dalam rangka mempromosikan penghormatan dan perlindungan hak asasi manusia sebagai ciri yang penting dalam negara hukum.
  10. Bersifat demokratis (democratische rechtsstaat). Dianut dan dipraktekan prisip demokrasi atau kedaulatan rakyat yang menjamin peran serta masyarakat dalam proses pengambilan keputusan kenegaraan, sehingga setiap peraturan perundangan yang ditetapkan dan ditegakan mencerminkan perasaan.
  11. Berfungsi sebagai sarana mewujudkan tujuan bernegara (welfare state), hukum adalah sarana mencapai tujuan yang diidealkan.
  12. Transparansi dan Kontrol Sosial. Adanya transparansi dan kontrol sosial yang terbuka terhadap setiap proses pembentukan dan penegakan hukum, sehingga kelemahan dan kekurangan yang terdapat dalam mekanisme kelembagaan resmi dapat dilengkapi secara komplementer oleh peran serta masyarakat secara langsung.

Konsepsi Negara Hukum

Konsepsi negara hukum Indonesia memiliki beberapa elemen penting yang berdasarkan Pancasila yakni:

  1. Keserasian hubungan antara pemerintah dan rakyat berdasarkan asas kerukunan;
  2. Hubungan fungsional yang proporsional antara kekuasaan-kekuasaan negara;
  3. Penyelesaian sengketa secara musyawarah dan peradilan merupakan sarana terakhir;
  4. Keseimbangan antara hak dan kewajiban.

Anda telah membaca artikel Perkembangan Pemikiran Hukum Tata Negara. Semoga bermanfaat.

Baca juga:

Bagikan yuk!
Posted in Course