Menu Tutup

Integritas Penyelenggara Pemilu

Integritas Penyelenggara Pemilu

Integritas Penyelenggara Pemilu

Oleh: Sarno Wuragil

Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum, salah satu kewajiban penyelenggara pemilihan umum (pemilu) adalah bersikap adil dalam menjalankan tugas dan wewenangnya. Kata adil di sini dapat dipersepsikan sebagai sikap yang tidak memihak, tidak pilih kasih, atau sama rata. Orang yang adil, akan mampu berdiri di tengah, independen tidak memihak kecuali kepada kebenaran.

Sikap adil ini, akan mudah terwujud jika orang tersebut memiliki integritas. Integritas berhubungan erat dengan keadilan, karena rasanya sulit kita temui, seseorang mampu bersikap adil tanpa landasan integritas yang cukup.

Integritas adalah konsistensi dan keteguhan hati yang tidak tergoyahkan dalam menjunjung tinggi nilai-nilai luhur dan keyakinan. Definisi lain dari integritas adalah suatu konsep yang menunjuk konsistensi antara tindakan dengan nilai dan prinsip. Dalam etika, integritas diartikan sebagai kejujuran dan kebenaran dari tindakan seseorang.

Penyelenggara Pemilu adalah lembaga yang menyelenggarakan Pemilu yang terdiri atas Komisi Pemilihan Umum, Badan Pengawas Pemilu dan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu sebagai satu kesatuan fungsi penyelenggaraan Pemilu untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, Presiden dan Wakil Presiden secara langsung oleh rakyat, serta untuk memilih gubernur, bupati, dan wali kota secara demokratis.

Integritas penyelenggara pemilu tentu menjadi hal yang mutlak diperlukan, apabila kita menghendaki pemilu yang berkualitas. Beberapa kasus yang muncul belakangan ini terkait dengan penyelenggara pemilu, seperti suap, ketidaknetralan, semuanya berpangkal dari rendahnya integritas penyelenggara pemilu yang bersangkutan.

Dalam menjalankan tugas, wewenang dan kewajiban, seorang penyelenggara pemilu wajib untuk selalu mematuhi kode etik. Kode Etik Penyelenggara Pemilu adalah suatu kesatuan asas moral, etika, dan filosofi yang menjadi pedoman perilaku bagi Penyelenggara Pemilu berupa kewajiban atau larangan, tindakan dan/atau ucapan yang patut atau tidak patut dilakukan oleh Penyelenggara Pemilu.

Data yang dirilis oleh Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) Republik Indonesia, sebagaimana diberitakan oleh kompas.com pada tanggal 18 Desember 2018, sebanyak 2.528 penyelenggara pemilu diadukan ke DKPP selama tahun 2018. Jumlah tersebut terdiri dari 1.789 anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan 739 anggota Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu). Ribuan anggota KPU dan Bawaslu tersebut diduga melakukan pelanggaran kode etik.

Ketua DKPP Harjono menyebutkan, sebanyak 2.528 penyelenggara pemilu itu dilaporkan dalam 490 pengaduan. Dari 490 pengaduan, ada 280 perkara yang disidangkan dan diputus. DKPP mencatat, ada 812 penyelenggara pemilu yang kemudian disidang dan diputus perkaranya. Hasil sidang menunjukkan, sebanyak 348 penyelenggara dijatuhi sanksi berupa teguran tertulis, 355 penyelenggara direhabilitasi. Sedangkan 9 orang diberhentikan sementara dan 79 orang diberhentikan secara tetap.

Sementara itu, menurut data yang dirilis oleh Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), sampai 28 Mei 2019, tercatat ada 162 dugaan pelanggaran etik yang dilakukan oleh penyelenggara pemilu, (news.detik.com, 28 Mei 2019).

Meski tidak semua pelanggaran etik karena faktor integritas, tetapi juga berkaitan dengan faktor profesionalitas, namun fenomena ini tentu menjadi keprihatinan bersama, termasuk kami sebagai penyelenggara pemilu.

Kasus etik penyelenggara pemilu mestinya mampu dihindari jika penyelenggara pemilu selalu berpegang pada pedoman perilaku penyelenggara pemilu, sebagaimana telah diatur dalam Peraturan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu Nomor 2 Tahun 2017, tentang Kode Etik dan Pedoman Perilaku Penyelenggara Pemilihan Umum.

Untuk menjaga integritas, penyelenggara pemilu wajib berpedoman pada prinsip jujur, mandiri, adil dan akuntabel. Jujur di sini memiliki makna bahwa dalam penyelenggaraan Pemilu, Penyelenggara Pemilu didasari niat untuk semata-mata terselenggaranya Pemilu sesuai dengan ketentuan yang berlaku tanpa adanya kepentingan pribadi, kelompok, atau golongan.

Mandiri maknanya adalah, penyelenggara pemilu bebas atau menolak campur tangan dan pengaruh siapapun yang mempunyai kepentingan atas perbuatan, tindakan, keputusan dan/atau putusan yang diambil. Adil memiliki makna, Penyelenggara Pemilu menempatkan segala sesuatu sesuai hak dan kewajibannya.

Sedangkan akuntabel memiliki makna, penyelenggara pemilu melaksanakan tugas, wewenang dan kewajiban dilaksanakan dengan penuh tanggung jawab dan hasilnya dapat dipertanggungjawabkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Dalam melaksanakan prinsip mandiri, penyelenggara pemilu bersikap dan bertindak salah satunya adalah menolak untuk menerima uang, barang, dan/atau jasa, janji atau pemberian lainnya dalam kegiatan tertentu secara langsung maupun tidak langsung dari peserta pemilu, calon anggota DPR, DPD, DPRD, dan tim kampanye kecuali dari sumber APBN/APBD sesuai dengan ketentuan Perundang-undangan.

Kode etik dan pedoman perilaku sudah menerangkan secara detil tentang rambu-rambu apa saja yang wajib dipedomani oleh penyelenggara pemilu. Namun lagi-lagi, aturan tersebut akan sulit dilaksanakan apabila penyelenggara pemilu yang bersangkutan tidak memiliki integritas yang cukup.

Memang tidak mudah untuk mengukur integritas seseorang, serta menjamin bahwa yang bersangkutan tetap menjaga atau menjunjung tinggi integritas selama menjalankan tugas, wewenang, dan kewajibannya sebagai penyelenggara pemilu. Meski mereka telah mengucapkan sumpah, menandatangani pakta integritas, pun pelanggaran etik masih tetap terjadi.

Integritas berkaitan erat dengan karakter seseorang. Menurut Djajendra, integritas dikaitkan dengan kejujuran dan tanggung jawab. Kejujuran dan tanggung jawab dalam integritas biasanya terekspresi melalui sikap, perilaku, kebiasaan, etos, karakter, gaya hidup, etika, etiket, dan moral. Orang-orang yang berintegritas tinggi konsisten hidupnya di dalam nilai-nilai positif tertinggi. Orang-orang berintegritas tinggi selaras hidupnya antara pikiran, ucapan, hati nurani, dan tindakan.

Orang-orang yang serakah, culas, banyak berbohong, suka berpura-pura, adalah orang-orang yang tidak memiliki fondasi untuk mempraktikkan integritas di dalam hidupnya. Orang-orang yang sering stres dan bersikap negatif adalah contoh nyata dari tiadanya integritas di dalam dirinya.

Orang-orang yang selalu merugikan teman, keluarga, organisasi, negara, adalah contoh nyata dari rendahnya integritas. Orang-orang yang selalu bersikap dan berperilaku serakah terhadap uang, adalah contoh dari tidak adanya integritas. Orang-orang yang suka mengecilkan atau mengabaikan komitmen kepada orang lain, adalah contoh dari tidak adanya integritas. Integritas adalah sebuah nilai yang sangat mudah terlihat dari karakter dan kepribadian seseorang.

Dalam konteks penyelenggara pemilu, integritas idealnya menjadi prasyarat mutlak. Karena untuk menciptakan pemilu yang berintegritas, pemilu yang berkualitas, salah satu modalnya adalah penyelenggara yang juga berintegritas.

Masyarakat sebenarnya memiliki ruang yang cukup untuk ikut berpartisipasi menjaga integritas penyelenggara pemilu. Pada saat seleksi penyelenggara pemilu, masyarakat dapat berpartisipasi dengan cara memberikan masukan tentang rekam jejak calon penyelenggara pemilu. Dengan hal ini, panitia seleksi akan memiliki referensi lebih untuk menerima calon-calon penyelenggara yang berintegritas, atau menolak calon-calon penyelenggara yang diragukan integritasnya.

Begitu juga ketika mereka sudah bertugas, masyarakat tetap dapat mengawasi dan melaporkan ketika ada penyelenggara pemilu yang melanggar kode etik.

Pendekatan hukum memang memberikan efek yang cukup signifikan dalam meminimalisasi potensi pelanggaran etik yang dilakukan oleh penyelenggara pemilu.

Namun yang lebih penting menurut saya, adalah munculnya kesadaran tentang menjaga integritas diri dari penyelenggara pemilu itu sendiri. Semoga, kita senantiasa mampu untuk mempertahankan, bahkan meningkatkan integritas dalam diri kita masing-masing.

Artikel ini telah terbit di Harian Suara Merdeka, Edisi 28 September 2019.

Baca juga:

Bagikan yuk!
Posted in Catatan