Menu Tutup

Etika Islam dalam Produksi

Etika Islam dalam Produksi

Etika Islam dalam Produksi – Dalam perspektif Islam, produksi adalah usaha manusia untuk memperbaiki kondisi fisik material dan moralitas sebagai sarana untuk mencapai tujuan hidup sesuai syariat islam, kebahagiaan dunia dan akhirat.

Pandangan Islam tentang produksi bertentangan dengan produksi dalam konvensional yang mengutamakan self interest. Dalam Islam kegiatan produksi adalah ibadah. Sehingga tujuan dan prinsipnya harus dalam rangka beribadah.

Produktivitas timbul dari gabungan kerja antara manusia dan kekayaan bumi, sesuai dengan firman Allah (QS Hud:61):

Dan kepada Tsamud (Kami utus) saudara mereka Shaleh. Shaleh berkata: “Hai kaumku, sembahlah Allah, sekali-kali tidak ada bagimu Tuhan selain Dia. Dia telah menciptakan kamu dari bumi (tanah) dan menjadikan kamu pemakmurnya, karena itu mohonlah ampunan-Nya, kemudian bertobatlah kepada-Nya, Sesungguhnya Tuhanku amat dekat (rahmat-Nya) lagi memperkenankan (doa hamba-Nya).

Berdasarkan pertimbangan kemaslahatan (altruistic considerations) itulah, pertimbangan perilaku produksi tidak semata-mata didasarkan pada permintaan pasar (given demand conditions).

Dalam sistem konvensional, cenderung terkonsentrasi pada output yang menjadi permintaan pasar (effective demand), sehingga dapat menjadikan kebutuhan riil masyarakat terabaikan.

Dari sudut pandang fungsional, produksi atau proses pabrikasi (manufacturing) merupakan suatu aktivitas fungsional yang dilakukan oleh setiap perusahaan untuk menciptakan suatu barang atau jasa sehingga dapat mencapai nilai tambah (value added).

Secara umum para produsen akan menemukan berbagai permasalahan sehubungan dengan kegiatan produksi yang akan dijalankan.

Urgensi Produksi dalam Islam

Produksi merupakan pelaksanaan fungsi manusia sebagai khalifah

Seorang muslim hendaknya menyadari bahwa penciptaan dirinya di muka bumi ini adalah sebagai khalifah fil ardhi, yang harus mengarahkan perbuatan manusia yaitu melaksanakan yang ma’ruf dan menjauhi yang mungkar, dan apapun yang Allah berikan kepada manusia adalah sebagai sarana untuk menyadarkan fungsinya sebagai pengelola bumi.

Seorang muslim juga menyadari bahwa ia dikirimkan sebagai pembawa misi rahmatan lil alamin. Sebagaimana firman Allah (Qs. Al-Baqarah;30):

Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para Malaikat: “Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi”. Mereka berkata: “Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?” Tuhan berfirman: “Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui”.

Maka dalam rangka menjalankan fungsi sebagai khalifah fil ardhi dan rahmatan lil ‘alamin, salah satu upayanya yaitu mengelola bumi ini untuk kesejahteraan manusia, dan memahami bahwa segala sumber daya merupakan pemberian Allah sebagai kepercayaan yang diberikan kepada kita, manusia. Oleh karena itu kita harus menjaga kepercayaan itu sebaik-baiknya.

Berproduksi merupakan ibadah

Karena umat muslim adalah khalifah yang rahmatan lil ‘alamin, maka kita harus bertanggung jawab menjaganya. Berproduksi merupakan ibadah, karena suatu aktivitas yang diperintahkan oleh Allah dan ada contoh dari Rasulullah, maka perbuatan itu bernilai ibadah.

Islam sangat menganjurkan dan mendorong proses produksi mengingat pentingnya kedudukan produksi dalam menghasilkan sumber-sumber kekayaan. Produksi juga merupakan bagian penguat sekaligus sumber yang mencukupi kebutuhan masyarakat. Allah berfirman (Qs. Al Mulk : 15 ):

Dialah yang menjadikan bumi itu mudah bagi kamu, Maka berjalanlah di segala penjurunya dan makanlah sebahagian dari rezki-Nya. dan hanya kepada-Nya-lah kamu (kembali setelah) dibangkitkan.

Produksi sebagai sarana pencapaian akhirat

Allah SWT telah menundukkan bumi untuk kesejahteraan manusia. Dia melengkapi manusia dengan potensi penglihatan, pendengaran, dan kemampuan berpikir untuk membantu mereka memanfaatkan karunia dari Allah SWT. (Qs. Luqman :20):

Tidakkah kamu perhatikan Sesungguhnya Allah telah menundukkan untuk (kepentingan)mu apa yang di langit dan apa yang di bumi dan menyempurnakan untukmu nikmat-Nya lahir dan batin. dan di antara manusia ada yang membantah tentang (keesaan) Allah tanpa ilmu pengetahuan atau petunjuk dan tanpa kitab yang memberi penerangan.

Tujuan Produksi

Terdapat upaya untuk mengetahui tujuan produksi dalam ekonomi islam. Menurut Nejatullah shiddiq (1996), pertumbuhan ekonomi merupakan wujud produksi dalam islam bertujuan :

  • Merespons kebutuhan produsen secara pribadi dengan bentuk yang memiliki ciri keseimbangan.
  • Memenuhi kebutuhan keluarga.
  • Mempersiapkan sebagian kebutuhan terhadap ahli warisnya dan generasi penerusnya.
  • Pelayanan sosial dan berinfak di jalan Allah.

Tujuan produksi menurut perspektif fiqh ekonomi Khalifah Umar bin Khattab adalah sebagai berikut (Al Haristi, 2008)

1. Merealisasikan keuntungan seoptimal mungkin

Maksud tujuan ini berbeda dengan pemahaman ahli kapitalis yang berusaha meraih keuntungan sebesar mungkin, tetapi ketika berproduksi memerhatikan realisasi keuntungan dalam arti tidak sekedar berproduksi rutin atau asal produksi.

Sebagaimana dalam suatu riwayat dari Ibnu Abi Syaibah, Ibnu Abi Dunya bahwa Umar pernah berpesan kepada para pedagang agar beralih dari aktivitas yang tidak merealisasikan keuntungan. Kata beliau: “Barang siapa yang memperdagangkan sesuatu sebanyak tiga kali, namun tidak mendapatkan sesuatu pun di dalamnya, maka hendaklah beralih darinya kepada yang lainnya.”

2. Merealisasikan kecukupan individu dan keluarga

Seorang muslim wajib memenuhi kecukupannya sendiri dan kecukupan orang yang wajib dinafkahinya. Sebagaimana dalam suatu kisah ketika Umar menikahkan putranya, Ashim.

Beliau membantu meberinya nafkah selama sebulan kemudian mencabutnya dan memerintahkan untuk mencari nafkah untuk dirinya dan keluarganya, seraya berkata kepadanya: “Aku telah membantumu dari buah-buahan kebunku di al-Aliyah, maka pergilah kamu dan petiklah dia, lalu kamu jual. Kemudian berdirilah kamu di samping seseorang pedagang di kaummu. Jika dia menjual, berserikatlah dengannya, lalu hasilnya kamu jadikan nafkah untuk dirimu dan keluargamu.”

3. Tidak mengandalkan orang lain

Umar r.a tidak membolehkan seorang muslim yang mampu bekerja menengadah kepada orang lain dengan meminta-minta, dan menyerukan kepada kaum muslimin untuk bersandar kepada dirinya sendiri.

Beliau berkata: “Hendaklah kamu melepaskan apa yang ada di tangan manusia! Sebab tidaklah seseorang melepaskan dari sesuatu yang di tangan manusia melainkan tercukupkan darinya. Dan hindarilah ketamakan, karena sesungguhnya ketamakan adalah kemiskinan”

4. Melindungi harta dan mengembangkannya

Harta memiliki peranan besar dalam Islam. Ada yang mengatakan “kemiskinan dekat pada kekafiran.” Sebab tanpa harta, seseorang tidak akan istiqomah dalam agamanya, dan tidak tenang dalam hidupnya, bahkan mereka cenderung melakukan berbagai hal sebagai jalan pintas untuk memperkaya diri.

Dalam fikih ekonomi Umar r.a terdapat banyak riwayat yang menjelaskan urgensi harta adalah sebagai kemuliaan dan kehormatan, serta lebih melindungi agama seseorang.

Umar r.a mengatakan: “Niagakanlah harta anak yatim! Janganlah sampai dia termakan oleh zakat.” Dan beliau berpendapat sedikitpun harta akan tetap ada jika dipelihara dan dikembangkan, sedangkan harta yang banyak akan habis jika tidak dikembangkan.

Beliau berkata, “Wahai manusia, perbaikilah hartamu yang telah dikaruniakan oleh Allah Ta’ala kepadamu, sebab sedikit dalam kehati-hatian lebih baik daripada banyak dalam kecerobohan.”

5. Mengeksplorasi sumber-sumber ekonomi dan mempersiapkannya untuk dimanfaatkan

Sesungguhnya Allah telah mempersiapkan di bumi ini sumber ekonomi yang melimpah bagi manusia, namun pada umumnya tidak dapat memenuhi semua hajat insani bila dieksplorasi oleh manusia dalam kegiatan produksi untuk dapat dimanfaatkan. Sebagaimana firman Allah dalam surat Al-Mulk :15.

6. Pembebasan dari belenggu ketergantungan ekonomi

Produksi merupakan sarana terpenting dalam kegiatan ekonomi. Bangsa yang produktif adalah bangsa yang sangat baik dibandingkan bangsa yang konsumtif.

Dengan masyarakat yang produktif maka laju perekonomian di dalam sebuah Negara tersebut akan maju. Sedangkan masyarakat yang konsumtif akan terus menjadi tawanan belenggu perekonomian dan politik dari bangsa lain.

7. Taqarrub kepada Allah SWT

Seorang produsen muslim akan mendapat pahala dari Allah disebabkan karena aktivitas produksinya, baik untuk memperoleh keuntungan, merealisasikan kemapanan, mengelola harta serta mengembangkannya, serta tujuan lain selama ia menjadikan aktivitasnya tersebut sebagai sarana pertolongan dari Allah dan sebagai upaya untuk lebih mendekati serta menaatiNya.

Dalam suatu riwayat Umar r.a berkata : “Wahai kaum muslimin, demi Allah, sungguh bila aku mati diantara dua kaki untaku dikala aku mencari hartaku di muka bumi dari sebagian karunia Allah, adalah lebih aku sukai daripada aku mati di atas tempat tidurku.”

Dalam peristiwa lain beliau berkata: “Wahai manusia perbaikilah penghidupanmu sebab di dalamnya terdapat kebaikan bagimu dan menyambungkan silaturahmi kepada selain kamu.” (Riwayat Abi Ad-Dunya).

Prinsip Produksi dalam Islam

  1. Motivasi berdasarkan keimanan. Aktivitas produksi yang di jalankan seorang pengusaha muslim terkait dengan motivasi keimanan atau keyakinan positif, yaitu semata-mata untuk mendapatkan ridha Allah SWT, dan balasan di negeri akhirat.
  2. Berproduksi berdasarkan azas manfaat dan maslahat. Seorang muslim dalam menjalankan produksinya tidak semata mencari keuntungan semaksimal mungkin untuk menupuk asset kekayaan. Berproduksi bukan sekadar karena profit ekonomis yang diperolehnya, tetapi juga seberapa penting manfaat keuntungan tersebut untuk kemaslahatan masyarakat.
  3. Mengoptimalkan kemampuan akhlaknya. Seorang muslim harus menggunakan kemampuan akalnya, serta profesionallitasnya dalam mengelola sumber daya. karena faktor. karena faktor produksi yang digunakan untuk menyelenggarakan proses produksi sifatnya tidak terbatas, manusia perlu berusaha mengoptimalkan kemampuan yang telah Allah SWT berikan.
  4. Adanya sikap tawazun. Produksi dalam islam juga mensyaratkan adanya sikap tawazun (keberimbangan) antara dua kepentingan, yakni kepentingan umum dan kepentingan khusus.
  5. Harus optimis. Seorang produsen muslim yakni bahwa apa pun yang diusahakannya sesuai dengan ajaran islam tidak membuat hidupnya menjadi kesulitan. Allah SWT telah menjamin rezekinya dan telah menyediakan keperluan hidup seluruh makhlukNya termasuk manusia.
  6. Menghindari praktik muslim yang haram. Seorang produsen muslim islam menghindari praktik produksi yang mengandung unsur haram dan riba, pasar gelap, dan soekulasi sebagaimana firman Allah dalam surat Al-Maidah ayat 90: “hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya khamr, judi, berkorban untuk pahala, dan mengundi nasib dengan anak panah adalah perbuatan keji (termasuk perbuatan setan). Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keuntungan”.

Bidang-bidang dalam Produksi

Bidang-bidang yang dapat dijadikan produksi antara lain perdagangan, industri, (pengolahan besi baja, perkapalan, pembuatan barang), pertanian/perkebunan, pertambangan, peternakan, hasil laut dan sebagainya.

Prinsip-prinsip produksi seorang muslim menolak prinsip individualis (mementingkan diri sendiri), curang, khianat yang sering dipakai oleh pengusaha yang tidak memiliki motivasi atau keyakinan positif.

Demikian pembahasan etika Islam dalam produksi, semoga bermanfaat.

Baca juga:
Bagikan yuk!
Posted in Course