Menu Tutup

Mengenal Sistem Pemilihan Umum (Electoral Formula)

Macam-macam Sistem Pemilihan Umum

Sistem pemilihan umum atau pemilu merupakan proses penting dalam sistem demokrasi yang memungkinkan warga negara untuk memilih perwakilan mereka dalam pemerintahan.

Di seluruh dunia, terdapat berbagai macam sistem pemilu yang digunakan oleh negara-negara untuk mengatur pemilihan dan menentukan perwakilan politik. Dalam artikel ini, kita akan menjelajahi beberapa macam sistem pemilu yang paling umum digunakan.

Sistem Pemilu Plurality (First-Past-The-Post)

Sistem Pemilu Plurality, juga dikenal sebagai First-Past-The-Post (FPTP), adalah salah satu sistem pemilu yang paling sederhana dan umum digunakan di banyak negara di seluruh dunia. Prinsip dasar sistem ini adalah bahwa calon dengan jumlah suara terbanyak di suatu daerah pemilihan memenangkan kursi tersebut.

Cara kerja sistem ini cukup sederhana. Pada pemilihan umum, pemilih akan memberikan suara kepada calon pilihannya di daerah pemilihan mereka. Setelah pemungutan suara selesai, suara-suaranya dihitung, dan calon dengan jumlah suara terbanyak secara otomatis menjadi pemenang dalam daerah pemilihan tersebut.

Keuntungan utama dari sistem Pemilu Plurality adalah kesederhanaannya. Proses penghitungan suara sangat mudah dan cepat dilakukan. Selain itu, sistem ini juga dapat menghasilkan pemerintahan yang stabil karena calon dengan dukungan mayoritas di daerah pemilihannya akan memenangkan kursi.

Namun, sistem ini juga memiliki kelemahan yang perlu dipertimbangkan. Salah satu kelemahannya adalah ketidakseimbangan representasi. Sistem Pemilu Plurality cenderung menguntungkan calon yang mendapatkan suara terbanyak, sementara suara minoritas tidak diperhitungkan. Akibatnya, partai atau kelompok dengan dukungan yang tersebar di seluruh daerah pemilihan dapat kehilangan kesempatan untuk mendapatkan kursi.

Selain itu, sistem ini juga dapat menghasilkan polarisasi politik. Karena calon hanya perlu mendapatkan suara terbanyak, hal ini dapat mendorong terbentuknya dua partai dominan yang bersaing secara ketat, sementara partai-partai kecil atau independen sering kali sulit untuk memenangkan kursi.

Beberapa negara yang menerapkan sistem Pemilu Plurality antara lain Inggris, Amerika Serikat, Kanada, dan India. Meskipun sistem ini memiliki kelemahan dan kritik, ia tetap digunakan karena sederhananya dan kemudahan pemahaman oleh pemilih.

Sistem Pemilu Mayoritas Mutlak (Absolute Majority)

Sistem Pemilu Mayoritas Mutlak, juga dikenal sebagai Absolute Majority, adalah salah satu sistem pemilu yang mengharuskan seorang calon memperoleh suara lebih dari separuh total suara yang sah untuk memenangkan kursi atau jabatan.

Cara kerja sistem ini berbeda dengan Sistem Pemilu Plurality. Pada pemilihan umum dengan sistem Mayoritas Mutlak, jika tidak ada calon yang memperoleh mayoritas mutlak suara pada putaran pertama, maka putaran kedua atau putaran berikutnya dapat diadakan antara dua calon dengan suara terbanyak dalam upaya mencapai mayoritas mutlak.

Pada putaran kedua, pemilih dapat memilih kembali antara kedua calon tersebut. Calon yang memperoleh mayoritas mutlak suara pada putaran kedua akan menjadi pemenang dan memenangkan kursi atau jabatan yang diperebutkan.

Keuntungan utama dari sistem Pemilu Mayoritas Mutlak adalah memastikan bahwa calon yang terpilih memiliki dukungan mayoritas yang kuat dari pemilih. Dengan memerlukan mayoritas mutlak suara, sistem ini berusaha menciptakan legitimasi yang lebih besar bagi para pemenang dan mendorong terbentuknya pemerintahan yang stabil.

Namun, sistem ini juga memiliki beberapa kelemahan. Salah satunya adalah memungkinkan terjadinya putaran kedua atau bahkan putaran berikutnya, yang dapat mengakibatkan biaya dan waktu yang lebih besar untuk melaksanakan pemilihan. Selain itu, dalam beberapa kasus, sistem ini dapat menghasilkan polarisasi politik yang lebih tinggi karena memaksa pemilih untuk memilih antara dua calon utama pada putaran kedua.

Beberapa negara yang menggunakan sistem Pemilu Mayoritas Mutlak adalah Prancis, Rusia, dan beberapa negara bagian di Amerika Serikat. Namun, tidak semua negara menerapkan sistem ini secara universal, dan beberapa negara mengombinasikannya dengan sistem pemilihan lainnya.

Sistem Pemilihan Umum Proporsional (Proportional Representation)

Sistem Pemilu Proporsional (Proportional Representation) adalah sistem pemilu yang didasarkan pada prinsip bahwa perwakilan politik harus mencerminkan proporsi suara yang diperoleh oleh setiap partai politik atau kelompok pemilih. Upaya dari sistem ini adalah untuk menciptakan representasi yang lebih adil bagi berbagai kelompok dalam masyarakat.

Dalam Sistem Pemilu Proporsional, kursi dalam lembaga legislatif atau parlemen didistribusikan berdasarkan perbandingan suara yang diperoleh oleh setiap partai politik. Terdapat beberapa metode yang digunakan dalam sistem proporsional, dan masing-masing metode memiliki aturan penghitungan yang berbeda.

Berikut adalah beberapa metode yang umum digunakan:

  1. Metode Daftar Terbuka (Open List) Dalam metode ini, pemilih memilih kandidat individual yang mereka inginkan dari daftar calon yang diajukan oleh partai politik. Kursi-kursi dalam parlemen kemudian diberikan berdasarkan perolehan suara individu. Partai politik memperoleh jumlah kursi sesuai dengan jumlah suara total yang mereka peroleh. Kandidat-kandidat dengan suara terbanyak dalam partai tersebut lebih mungkin untuk mendapatkan kursi.
  2. Metode Daftar Tertutup (Closed List) Dalam metode ini, pemilih memilih partai politik, bukan kandidat individual. Partai politik menentukan daftar calon dalam urutan yang telah ditentukan sebelumnya. Kursi-kursi dalam parlemen diberikan berdasarkan perolehan suara partai. Partai politik memperoleh kursi sesuai dengan peringkat urutan mereka di daftar partai. Kandidat-kandidat dalam daftar tersebut mendapatkan kursi berdasarkan urutan mereka.
  3. Metode Pemilihan Tunggal Transferable (Single Transferable Vote) Metode ini memungkinkan pemilih memberikan suara preferensi kepada beberapa kandidat dalam urutan preferensi. Pemilih memberi suara pada kandidat pertama pilihan mereka, dan suara berlebih mereka dialihkan ke kandidat lain sesuai dengan preferensi mereka hingga semua kursi terisi. Metode ini berusaha mencapai representasi yang lebih luas dan memungkinkan pemilih untuk memilih lebih dari satu pilihan.

Keuntungan utama dari Sistem Pemilu Proporsional adalah menciptakan representasi yang lebih akurat dan inklusif bagi berbagai kelompok pemilih. Sistem ini memperhitungkan suara minoritas dan memungkinkan partai-partai politik kecil atau kelompok-kelompok minoritas untuk mendapatkan kursi. Dengan demikian, sistem ini mendorong keragaman politik dan pluralisme.

Namun, sistem ini juga memiliki beberapa kelemahan. Proses penghitungan suara dan alokasi kursi yang lebih kompleks dapat memakan waktu lebih lama. Selain itu, dalam beberapa kasus, partai politik harus membentuk koalisi untuk mencapai mayoritas yang diperlukan untuk membentuk pemerintahan, yang dapat mempengaruhi stabilitas politik.

Banyak negara di dunia menerapkan Sistem Pemilu Proporsional, baik secara eksklusif maupun dalam kombinasi dengan sistem lainnya. Beberapa negara yang menggunakan sistem ini secara penuh atau sebagian antara lain Jerman, Belanda, Selandia Baru, Indonesia dan Swedia.

Sistem Pemilihan Umum Hiperproporsional

Sistem Pemilu Hiperproporsional, juga dikenal sebagai Hare-Clark atau Droop quota, adalah varian dari sistem pemilu proporsional yang dirancang untuk mendorong representasi yang lebih luas dan memperkuat partai politik kecil atau kelompok minoritas.

Cara kerja sistem ini adalah sebagai berikut: Daerah pemilihan dibagi menjadi beberapa kursi yang akan diperebutkan. Pemilih memberikan suara dengan memberi peringkat pada kandidat dalam urutan preferensi mereka. Kursi-kursi dalam daerah pemilihan tersebut diberikan berdasarkan perhitungan kuota, yang ditentukan berdasarkan jumlah suara yang diperlukan untuk memenangkan satu kursi.

Kuota yang umum digunakan adalah Droop quota, yang dihitung dengan rumus (Jumlah suara sah ÷ (Jumlah kursi + 1)) + 1. Pada tahap awal penghitungan suara, suara pertama setiap pemilih diberikan kepada kandidat pertama pilihan mereka. Setelah itu, suara berlebih dari kandidat yang sudah memenuhi kuota dialihkan ke kandidat lain berdasarkan preferensi pemilih hingga semua kursi terisi.

Keuntungan utama dari Sistem Pemilu Hiperproporsional adalah meningkatnya peluang bagi partai politik kecil, kelompok minoritas, atau independen untuk memenangkan kursi. Dengan adanya pengalihan suara dan penggunaan kuota, sistem ini menciptakan representasi yang lebih inklusif dan memperkuat keragaman politik. Sistem ini juga dapat mendorong kerja sama dan kompromi antara partai politik untuk memperoleh mayoritas yang diperlukan.

Namun, sistem ini juga memiliki beberapa kelemahan. Proses penghitungan suara yang lebih rumit dapat memakan waktu yang lebih lama dan memerlukan sumber daya yang lebih besar. Selain itu, sistem ini juga dapat menyebabkan fragmentasi politik yang lebih besar dan membuat pembentukan pemerintahan yang stabil menjadi lebih sulit.

Sistem Pemilu Hiperproporsional telah digunakan dalam beberapa negara, seperti Tasmania di Australia dan Irlandia. Meskipun tidak umum digunakan secara luas, sistem ini memberikan alternatif bagi negara-negara yang ingin mendorong representasi yang lebih luas dan mengakomodasi kepentingan partai-partai kecil atau kelompok minoritas.

Sistem Pemilihan Umum Campuran

Pemilu dengan Sistem Campuran, atau dikenal sebagai Mixed-Member Proportional (MMP), merupakan kombinasi antara sistem pemilu proporsional dan sistem pemilu mayoritas. Sistem ini dirancang untuk mencapai keseimbangan antara representasi proporsional dan stabilitas pemerintahan.

Dalam Sistem Pemilu Campuran, pemilih memiliki dua suara: suara pertama untuk memilih calon di daerah pemilihan tunggal menggunakan sistem mayoritas (misalnya, First-Past-The-Post), dan suara kedua untuk memilih partai politik menggunakan sistem proporsional.

Pada suara pertama, calon dengan jumlah suara terbanyak dalam daerah pemilihan tunggal memenangkan kursi tersebut, sama seperti dalam sistem mayoritas. Kursi-kursi yang dimenangkan secara langsung oleh calon perorangan ini disebut kursi konstituensi.

Pada suara kedua, pemilih memilih partai politik. Kursi-kursi proporsional, yang ditentukan berdasarkan perolehan suara partai, ditambahkan untuk mencapai representasi proporsional. Jumlah kursi proporsional yang diberikan kepada setiap partai ditentukan dengan menggunakan metode alokasi seperti metode Sainte-Laguë atau metode D’Hondt.

Kelebihan Sistem Pemilu Campuran

Sistem Pemilu Campuran memiliki beberapa keuntungan. Pertama, sistem ini mencoba menggabungkan keuntungan dari sistem mayoritas (stabilitas pemerintahan) dan sistem proporsional (representasi yang lebih adil). Kedua, sistem ini memberikan peluang bagi partai politik kecil atau independen untuk memperoleh kursi proporsional, sementara juga mempertahankan kesempatan bagi calon individu untuk memenangkan kursi konstituensi.

Namun, sistem ini juga memiliki beberapa kelemahan. Pertama, kompleksitasnya dapat menyulitkan pemilih untuk memahami cara kerja sistem dan membuat pemilihan menjadi lebih rumit. Kedua, terdapat tantangan dalam menentukan perimbangan yang tepat antara kursi konstituensi dan kursi proporsional. Ketiga, penggunaan sistem ini dapat menghasilkan pembagian kekuasaan yang kompleks di dalam parlemen.

Beberapa negara yang menerapkan Sistem Pemilu Campuran adalah Jerman, Selandia Baru, dan Skotlandia. Setiap negara mungkin memiliki variasi dalam rincian dan aturan penggunaan sistem ini sesuai dengan kebutuhan dan konteks politik mereka.

Setiap sistem pemilu memiliki kelebihan dan kelemahan sendiri-sendiri. Pemilihan sistem pemilu yang tepat bergantung pada konteks dan kebutuhan negara tersebut. Tujuan utama dari setiap sistem pemilu adalah memastikan representasi politik yang adil dan mewakili kepentingan warga negara secara keseluruhan.

Baca juga:

Bagikan yuk!
Posted in Info

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *